Tempe + Ayam Mr. Kentucky

 

Tulisan ini merupakan kontribusi oleh T. Maritza

 

Kurang lebih satu pekan lalu, saya mengunjngi rumah salah seorang anggota keluarga kami. Saya senang saat dapat berkumpul dengan anak yang paling bungsu dari keluarga itu yang saat ini baru duduk di bangku Taman Kanak-Kanak / TK, Rebecca namanya, biasa dipanggil Becca. Setiap kunjungan saya, Becca tampak sangat antusias dan biasanya meminta saya untuk memasakkan sesuatu untuknya. Masakan sederhana seperti french toast atau puding akan saya masakkan, intinya agar ia dapat membantu saya memasak sebelum akhirnya ia menyantap makanan tersebut. Pelajaran memasak dan masa-masa kebersamaan yang saya harapkan akan ia kenang sampai ia dewasa kelak. Kali ini saya dan Becca membuat Strawberry Choco Dip, yakni strawberry yang ditusuk seperti sate dan kemudian dicelupkan ke dalam coklat leleh dan saat kemudian diberi hiasan taburan meisjes warna-warni,tentunya menarik bagi anak-anak, bukan?. Saat saya dengan Becca sedang memasak, datanglah kedua orang anak tetangga yang hendak mengajak Becca bermain tetapi oleh karena Becca tampak antusias dengan ajakan memasak sehingga ia memilih tinggal dan memasak dengan saya. Sehingga kedua orang temannya inipun ikut bermain di rumah. Mereka berdua usia 7 dan 8 tahun, keduanya anak perempuan. Sebut saja, Lia dan Nafa namanya. Mereka ikut gembira dapat membantu membuatkan Strawberry Choco Dip bersama-sama. Selesai membuatnya, mereka pun tinggal untuk ikut makan siang bersama kami.

Dalam percakapan sambil makan siang, Lia nampak kesulitan untuk menghabiskan sayuran di piring makannya sedangkan Nafa nampak dapat menikmati hidangan dengan tuntas, sesekali Nafa menasehati Lia untuk menghabiskan makanan yang sudah disajikan dan tidak jarang Lia terlihat kesal karena dinasehati oleh Nafa yang (hanya) berusia 2 tahun diatasnya (merupakan hiburan tersendiri bagi saya untuk melihat seorang anak menasehati sesamanya, hehehe…). Adapun Lia dan Nafa adalah saudara sepupu. Saat Nafa beranjak dari meja makan karena hidangan di piringnya sudah habis maka Lia pun menghampiri saya dan mengatakan apa yang dipikirkannya dan hal tersebut sedikit membuat saya terhenyak. “Kak, enak ya jadi Becca. Seandainya saja saya memiliki Papa seperti Papanya Becca”, ujar bibir kecilnya. “Kenapa Lia bilang begitu?” tanya saya. “Ya,karena Becca punya apa saja, kalau Papa saya itu Papanya Becca pasti minta apa saja dikabulin”, lanjut Lia lagi. “Papanya Lia dimana?” tanya saya. Saya kenal dengan Ayah dari Lia, pekerjaan Ayah Lia sebagai pencari berita untuk liputan layar kaca mengakibatkan Lia tidak jarang harus ditinggal karena tugas dan kewajiban Ayahnya. “Papa sering ninggalin aku, Papa juga suka marahin aku. Aku lebih suka punya Papa seperti Papanya Becca, Kak.”

Saya agak kaget mendengar kata-kata dari seorang anak umur 7 tahun mengenai apa yang ia pikirkan mengenai Ayahnya dan kemudian mencoba berbicara dari hati ke hati dengan Lia bahwa Ayahnya tidak seperti yang ia pikirkan selama ini dan setiap Ayah yang kita miliki adalah Ayah yang terbaik yang telah Tuhan siapkan bagi kita dan mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mengekspresikan rasa sayangnya pada kita anak-anaknya.

Lahir dan ditempatkan dalam keluarga seperti apa, adalah menjadi rahasia Tuhan atas hidup kita, manusia ciptaan-Nya termasuk di dalamnya saya dan Lia. Berlaku bagi siapa saja, mulai dari anak pewaris kerajaan yang terlahir dengan segala kenyamanan dan fasilitas sampai kepada anak seorang pemulung di dekat rumah kami yang harus berjuang hidup bekerja demi mendapatkan upah 10 ribu rupiah setiap harinya. Adalah bohong apabila saya mengatakan saya tidak pernah bertanya kepada Tuhan mengapa saya harus terlahir di tengah-tengah keluarga seperti yang saya miliki sekarang, mengapa saya menjadi anak sulung, mengapa harus terlahir dengan membawa nama keluarga sebagaimana nama keluarga yang saya sandang sekarang ini dan mengapa-mengapa lainnya tetapi saya tidak pernah terpikir untuk membandingkan Ayah saya dengan Ayah dari orang lain. Menurut pemikiran saya, ketimbang saya harus membandingkan Ayah saya dengan orang lain lebih baik meminta Ayah saya untuk berubah menjadi seorang Ayah yang lebih baik atau jika tidak dapat terucapkan, setidaknya dapat meminta dalam doa agar Tuhan, sebagai Sang pemilik, dapat memperbaharui pola pikir dan memampukan Ayah saya untuk memilih melakukan apa yang lebih baik dari pada keberadaannya sekarang dan ini tidak hanya merupakan permohonan satu arah melainkan juga memampukan saya untuk senantiasa mengucap syukur atas apapun yang Tuhan izinkan berlaku dalam hidup saya. Hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan karena proses pastilah diperlukan. Saya dan adik saya diajar Tuhan untuk menghargai setiap proses yang ada. Proses itu penting, apabila menginginkan hasil akhir yang cemerlang, kami diajar untuk juga melalui setiap tahapan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang cemerlang dengan demikian, tujuan yang sudah dibuat ditempuh dengan cara yang benar pula dan sehingga tidak mengenal istilah tujuan menghalalkan cara.

Sebagaimana yang saya tulis diatas bahwa Tuhan mengubah pola pikir seseorang, yang dalam hal ini Ayah saya, dan memampukan saya untuk mengucap syukur atas apapun yang sudah Tuhan berikan dalam hidup saya. Hal yang sama pasti juga berlaku dalam kehidupan Ayah dan Ibu saya, mereka tentu memiliki gambaran ideal mengenai apa yang terbaik bagi mereka dan termasuk dalam menerima kehadiran kami, anak-anaknya, tentunya Tuhan juga memperlengkapi mereka dengan segala sesuatu yang pada akhirnya menjadikan mereka mengucap syukur dengan keberadaan kami.

Pada hari minggu kemarin, Pengkhotbah di ditempat dimana kami beribadah memberikan ilustrasi yang mempermudah bagaimana orang untuk dapat mengerti bahwa pada masa ini pun Tuhan masih bekerja dan perbuatan-perbuatan Tuhan besar dan ajaib. Diceritakan bahwa manusia tidak jarang berkeluh pada Tuhan, dalam contoh sederhana, pada saat ia menginginkan (katakanlah makanan yang lezat, seperti Kentucky) namun di atas meja makan hanya terhidang makanan sederhana dari tempe. Apakah Tuhan dapat mengubah tempe menjadi ayam goreng lezat bertepung bumbu nan harum menggoda ala Kentucky? Adakah yang mustahil bagi Tuhan? Beranjak dari pemahaman bahwa tidak ada hal yang mustahil untuk Tuhan kerjakan, tentu tidak dan tentu itu merupakan hal yang sangat mudah bagi Tuhan. Tetapi daripada mengubah tempe menjadi ayam goreng lezat berbumbu dan bersalut tepung tebal, Tuhan mengubah rasa ingin Kentucky di hati menjadi tempe, sehingga dengan tersajinya tempe di hadapan kita, kita menjadi bersukacita dan itulah rasa syukur!

Manusia terkadang terlalu membesar-besarkan kepandaian, merasa dirinya dapat merasionalkan segala sesuatu dan pada akhirnya membuatnya kehilangan kesadaran bahwa Tuhan itu masih ada dan berkuasa dan mujizat Tuhan masih berlaku hingga masa ini, salah satu contoh mujizat yang Tuhan sediakan bagi dunia di masa ini adalah rasa syukur.

Oleh karena itu, bersyukurlah…dalam segala keadaan…apapun itu yang menimpa kita saat ini, kesulitan dan tekanan hidup sekalipun tidak dapat menutup diri kita dari Anugerah Tuhan selama kita masih melatih diri kita untuk mengucap syukur. Termasuk di pagi hari ini, saya hendak mengucap syukur bahwa Tuhan masih memberikan nafas hidup dan mempercayakan satu hari baru dalam kehidupan saya, itupun ucapan syukur dan bahwa Tuhan masih mengizinkan saya masuk di hari ini berarti rancangan Tuhan dalam hidup saya belum usai dan melebihi itu semua, saya mengucap syukur karena Tuhan masih memampukan saya untuk melihat, merenungkan dan kemudian menuangkan apa yang saya lihat dan renungkan dalam tulisan sederhana ini sehingga pada akhirnya dapat mengucap syukur juga bagi tiap-tiap orang yang telah meluangkan waktunya membaca tulisan ini.

Tetaplah bersyukur, sebab dengan bersyukur, kita dapat dengan tulus menjalani hidup ini karena percaya segala sesuatu telah Tuhan sediakan dan itu adalah yang terbaik bagi kita, dan itulah yang kita perlukan. Segala Puji, Hormat bagi Tuhan.

_____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________

T. Maritza : Pecinta keluarga, keheningan, dan kreativitas. Suka masak gara-gara suka makan dan percaya bahwa dalam setiap adegan perjalanan hidup manusia, selalu ada musik yang cocok untuk jadi soundtrack-nya.

Leave a comment